Pernahkah kita berkorban terhadap sesuatu? Sesuatu yang amat kita bangga−banggakan di hadapan manusia. Sesuatu yang kita khawatirkan kerugian dan kerusakannya. Dan sebatas apa pengorbanan itu?
Mungkin, saat dimintakan pengorbanan, kita akan memberikannya dengan kualitas terburuk atau sesuatu yang tidak kita sukai. Kalau itu yang terjadi, sepatutnyalah kita malu atas apa yang dilakukan Nabi Ibrahim As dan putranya Nabi Ismail As.
Mungkin, saat dimintakan pengorbanan, kita akan memberikannya dengan kualitas terburuk atau sesuatu yang tidak kita sukai. Kalau itu yang terjadi, sepatutnyalah kita malu atas apa yang dilakukan Nabi Ibrahim As dan putranya Nabi Ismail As.
Sejarah mencatat, bertahun−tahun lamanya Nabi Ibrahim mengharapkan keturunan dari Allah yang akan meneruskan risalah ketauhidan. Kemudian, anak yang ditunggu−tunggu akhirnya lahir, tapi dari rahim Hajar yang dinikahinya kemudian.
Lihatlah, bagaimana Nabi Ibrahim amat bahagia dengan kelahiran Ismail. Seluruh cinta ia hadiahkan atas belahan jiwanya. Namun, rasa cinta itu mesti diuji dengan pengorbanannya terhadap Allah SWT yang Maha Tinggi.
Dengan kesabaran luar biasa, Ismail tak berkeberatan melaksanakan mimpi ayahnya yang sudah menjadi perintah Allah untuk menyembelih dirinya. Dan Al−Quran mencatat pengorbanan luar biasa yang dilakukan ayah−anak ini untuk dijadikan pelajaran oleh generasi yang akan datang seperti kita :
“Maka tatkala anak itu sampai berusaha bersama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang−orang yang sabarâ€. (Ash−Shaaffat : 102)
Saat Nabi Ibrahim akan menyembelih Ismail, nyatalah diantara keduanya kesabaran luar biasa (Ash−Shooffat: 103), kemudian Allah menebusnya dengan sesembelihan yang besar untuk menggantikan pengurbanan yang dilakukan (Ash−Shooffat: 107).
Pelajaran berharga dari peristiwa ini ialah nilai pengorbanan bahwa Allah di atas segala−galanya. Bahwa Allah tiada tandingan dan tiada duaNya adalah bukan sebuah kesadaran palsu yang bias dari kesejatian iman.
Pelajaran berharga itu lahir dari orang−orang yang sabar menjalani perintahNya. Mereka ialah orang yang Allah pilih dan dicatat dalam kitabNya sebagai inspirator kesabaran, kesungguhan berkorban, keteguhan iman, kemurnian cinta dan kesejatian taat dalam asmaNya.
Maka tatkala hari ini Allah SWT mensyari"atkan berkurban bagi umat Islam, tak ada satu katapun yang pantas kita ucapkan untuk menolak atas perintah mulia itu. Tentunya, bagi kita yang mampu melaksanakan perintah berkurban dengan menyembelih binatang sesembelihan, jadikanlah itu sebagai sarana memberangus kedangkalan cinta kita terhadap dunia. Kita sembelih kekerdilan jiwa atas nafsu yang hanya layak bersemayam pada binatang. Kita hapus rasa egoisme, arogansi dan ketidakpedulian terhadap sesama.
Sehingga yang tersisa hanyalah semangat keikhlasan untuk peduli terhadap sesama. Yang ada hanyalah kemurnian cinta dan tauhid kepadaNya. Yang tersisa adalah sifat−sifat luhur (akhlaqul karimah) kita sebagai manusia.
Itulah tanda cinta untuk Allah yang kita harapkan dari seorang hamba yang dha"if seperti kita sebagaimana yang termaktub dalam firmanNya: Sesungguhnya ia termasuk hamba−hamba Kami yang beriman (Ash−Shaaffat: 111)
Diambil dari : www.pkpu.or.id
0 komentar:
Posting Komentar